Bercermin

Akhir-akhir ini dirasa aku kerap bercermin. Memandangi diriku sendiri. Seseorang yang sama sekali tidak memiliki apapun yang bisa dibanggakan. Seseorang yang jauh dari kata sempurna. Ibaratnya nih, kalau digambarkan lewat siklus hidup kupu-kupu, aku masih jadi telur. Dan butuh waktu cukup lama untuk menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah.

Kenapa, ya, susah banget menjadi "manusia"? Kalau menjadi manusia sempurna tentu susahnya luar biasa dan ga akan pernah bisa karena manusia memang ga ada yang sempurna. Tapi dalam hal ini, hanya sebatas menjadi "manusia" saja, kenapa sulit sekali?

Menurut aku sih, menjadi "manusia" itu ketika kita bisa memberikan banyak manfaat kepada orang lain, bisa berbangga dengan diri sendiri, dan memiliki hubungan bagus dengan Tuhannya. Kira-kira begitu betul, bukan?

Nah, tapi... entah kenapa, semakin dewasa bukannya aku punya banyak manfaatnya, tapi malah semakin banyak "sampahnya." Wow. Kesannya kayak gimana banget gitu, ya. Tapi beneran. Aku sama sekali merasa ga ada bagus-bagusnya didalam diriku ini.

Merasa kalau apa yang aku lakukan itu adalah suatu hal yang gak bermutu. Gak seperti orang-orang diluar sana yang mempunyai nilai plus didalam dirinya. 

Jadi, gimana?

Setelah aku banyak bercermin dan memikirkan banyak hal, mulai dari omongan orang lain, ujian kehidupan, curhatan orang lain, dll, aku jadi sedikit menemukan jalan keluarnya. Yaitu, sebenarnya apa yang aku lakukan itu ga ada salahnya. Mulai aja. Berusaha aja. Cuma kadang pikiran negatif itu sering banget munculnya. Entah kenapa, bikin orang itu semakin merasa kalau aku tuh gak bagus, aku tuh gak pinter ngapa-ngapain, pokoknya segala apa yang aku lakuin itu gak berguna. Tapi, sebenernya itu adalah poinnya, bukan?

Kalau kita sering mengritisi diri sendiri, otomatis sering meng-improve diri sendiri, dong? Tapi masalahnya, seringnya kita itu terlalu berlarut-larut dalam mengritisi. Sampai-sampai terlalu banyak hal yang dipikirin dan ga ada action yang nyata. Trus, habis itu yaudah. Ga ada perubahan dan malahan semakin kentang.

Bentar, ambil napas dulu.

Sebenernya ini juga sebagai tamparan keras buat diri sendiri. Terlalu berlarut-larut dalam memikirkan hal yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan cepat, tapi karena terlalu berkutat pada satu hal, jadi gak ada ujungnya. Jujur, aku ngetik ini sampai diam sesaat. Memang ini sebetulnya tulisan buat diriku sendiri.

Oke, berarti itu kesimpulannya. Perihal menjadi "manusia" untuk dunia, untuk orang lain, itu perlu memang kita mengritisi diri sendiri. Apa yang salah dari diri kita, apa yang harus diperbaiki, apa yang harus dipertahankan. Dan yang terpenting, tambah tingkat percaya diri. *sigh*

Ini nih, percaya diri. Kalau boleh cerita, pada dasarnya aku orangnya pemalu. Dari TK-SD (kelas 1) aku gak pernah ngomong. Bahkan sampai sekarang pun kalau disuruh ngomong didepan umum, malunya sampai ke ubun-ubun. Malu banget. Nah, disini kenapa enggak? Jujur sih... aku gak berekspektasi tinggi ada orang yang bakal baca blog-ku. Disamping itu, ngetik lebih mudah dibanding ngomong langsung dihadapan orang banyak. Jadi ya, yaudah.

Ada salah satu temanku pernah bilang, percaya diri itu pilihan. Aku langsung diem. Bener juga dan bener banget. Tapi aksinya yang susah, buat aku. Karena kurang biasa aja. Tapi, bismillah...

Nah, perihal dunia sudah. Sekarang perihal hubungan kita sama Tuhan. 

Ini. Berat. Banget. 

Konsisten dalam berlaku baik dan memperbaiki diri dihadapan manusia aja susah. Apalagi dihadapan Tuhan. Terlebih masalah beribadah. Jangan ditanya... susah. Banget. Kalau ditanya, sholat gak? Alhamdulillah sholat. Ngaji gak? Alhamdulillah ngaji. Tapi entah kenapa, masih ngerasa hampa. Padahal aku juga yakin, Dia ada. Cuma, ada yang kurang. 

Kayaknya memang ada yang salah sama diri sendiri. Bentar, ambil napas dulu.

Sepertinya dalam hal ini, perlu adanya pemahaman lebih mendalam lagi. Bagaimana dan kenapa kita ada di dunia ini, apa keuntungan dan apa kerugian jika kita nggak patuh sama Tuhan kita, serta cara kita untuk terus patuh dan taat sama ketentuanNya. 

Sampai sini ada yang mengeluh? 

Ada. Aku sendiri.

Memang begitu, ya, manusia. Dikasih hidup, tapi ngerjain perintahNya males-malesan. Pantes hidupnya begitu-begitu aja. Sekali lagi, tamparan banget.

Sampai titik dimana nanti kalau sudah lulus dan berkeluarga, kalau akunya gini-gini terus, nanti pasanganku juga gini-gini juga dong? *menangis*. Karena kan memang pasangan itu cerminan hidup. Orang baik, dapet orang baik. Orang buruk, dapet orang buruk. Lihat aku yang begini aja rasanya udah muak, apalagi kalo berkeluarga sama orang yang kayak begini juga. 

Untuk akhirannya, intinya, berusaha. Berusaha semampu kita. Kalau dirasa masih salah, perbaiki. Belajar sama yang lebih berpengalaman. Berani berekspresi dan percaya diri. Ditambah memperdalam hubungan sama Tuhan dengan memperdalam ilmu yang baik, yaitu ilmu agama. 

Buset. Udah kayak apa ya, bisa bagus gitu kata-katanya. 

Bismillah pokoknya. Gini, pokoknya, salah gak apa-apa. Yang apa-apa itu ketika kita gak mau mengakui kesalahan dan malah menyepelekan. 

Sekian. 

Saling mengingatkan, ya.




Komentar

Postingan Populer